Beranda Pers - Festival film pelajar Indiefest 2024 sukses digelar pada Sabtu, 9 November 2024 oleh Club Lobi Pilm yang berada di bawah naungan Himpunan Ilmu Komunikasi (Himni), Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya (FISIB) Universitas Pakuan (Unpak), Bogor. Tahun ini Indiefest mengangkat tema menarik yaitu, “Be Brave With Your Movie” atau jika diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia menjadi “Beranilah dengan Film Anda”, dengan peserta yang berasal dari seluruh Indonesia. Acara ini berlangsung di lantai 1 Gedung Graha Pakuan Siliwangi (GPS) Unpak, mulai pukul 08.00-15.45 Waktu Indonesia Barat (WIB). Jumlah sekolah yang berpartisipasi tercatat sejumlah 66 sekolah, yang masing-masing telah mengirimkan karya terbaik mereka hingga total ada 88 judul karya film pendek dalam gelaran ini.
Selain dari kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek), cakupan peserta Indiefest tahun ini juga diikuti oleh pelajar dari Semarang, Jogja, Riau, dan Bandung, yang seluruhnya memperebutkan gelar juara dari beberapa nominasi yaitu, Film Terbaik 1, 2, dan 3, Sutradara Terbaik, Aktor dan Aktris Terbaik, Editor Terbaik, Penata Gambar Terbaik, serta Ide Cerita Terbaik.
Seperti yang diucapkan oleh Siti Sari selaku Ketua Pelaksana (Ketuplak) dari Indiefest 2024, digelarnya acara ini adalah untuk mewadahi karya-karya film pelajar di Indonesia, “Kita ingin menjadi wadah untuk para sineas muda, agar lebih banyak orang-orang mengapresiasi film-film karya anak muda. Jadi kita lebih mendorong anak muda zaman sekarang untuk lebih mengembangkan kreatifitasnya. Kita juga bertujuan untuk mengembangkan tridarma perguruan tinggi, jadi pendidikan, penelitian dan pengabidan terhadap masyarakat.”
Ridho Amzah Hadi Utomo, salah satu peserta dari SMK Bina Teknika Cileungsi yang juga telah mengirimkan karyanya Dayung Sampan untuk Meraih Mimpi, mengungkapkan antusiasnya dalam mengikuti festival ini, “Luar biasa sih, saya mendapatkan banyak refleksi untuk membuat film selanjutnya, dan banyaklah ilmu yang saya dapat,” ungkapnnya.
Ridho juga menyampaikan kesannya bahwa acara Indiefest 2024 adalah acara yang sangat luar biasa, terlebih karena melalui acara ini, bisa membantu para pelajar SMK dan SMA untuk mengetahui hal-hal seputar cara menampilkan sebuah karya dan ketentuan publikasinya.
Selain pengumuman pemenang, Indiefest juga menggelar seminar gelar wicara yang dihadiri oleh Fajar Nugros, salah satu pembuat film terbaik di Indonesia yang telah melahirkan karya-karya terkenal seperti Sleep Call, Yowis Ben dan Inang. Sesi gelar wicara dengan Fajar Nugros mengambil tema “Belajar Memahami Makna Cerita dalam Proses Pembuatan Film" yang bertujuan untuk membuat para sineas muda dapat mengembangkan diri dalam memahami makna cerita dalam film agar bisa memajukan perfilman Indonesia.
Saat ditemui di lokasi, Fajar Nugros juga memberikan beberapa pandangannya ketika ditanya mengenai tantangan terbesar yang pernah ia hadapi dalam proses pembuatan film serta cara ia mengatasinya, “Tantangan paling besar sebenarnya di tiap tahap pembuatan film itu pasti ada. Jadi tahap pembuatan film biasanya praproduksi, produksi, pascaproduksi, termasuk pemasaran di pascaproduksi. Dan dari tahap pertama biasanya kita mencari cerita yang paling kita pikir akan relate terhadap kegelisahan masyarakat sekarang ini. Jadi kalau dia bisa menjawab kegelisahan orang, ya filmnya akan mudah diterima. Itu tantangan yang pertama. Terus yang kedua adalah syutingnya, bagaimana mendelivery semua ide itu menjadi eksekusi dalam gambar dan sebagainya.”
“Di Indonesia kan pasti segala sesuatu masih terbatas, lokasi kita kadang-kadang mahal. Terus kesadaran pemerintah untuk support ekonomi kreatif itu masih belum terbangun sepenuhnya. Jadi semuanya mahal, izinnya susah dan sebagainya. Terus tantangan terbesar ya mungkin adalah alam dan cuaca iklim dan sebagainya. Kemudian pemasaran kita ya sangat besar, itu kan dana ya, kalau di luar negeri kan 1 banding 1, jadi biaya produksinya 1 miliar, pemasarannya juga harus sama dengan biaya produksinya. Dan itu yang belum bisa sepenuhnya terpenuhi. Makanya solusinya kadang masih mencari aktor yang pengikutnya banyak. Makanya novel yang best seller atau kemudian sekarang eranya adalah thread yang populer. Supaya itu memudahkan bisa memotong dari biaya marketing. Jadi itu sih sebenarnya tantangan-tantangan terbesar,” tutur Fajar Nugros.
Selain itu, Fajar Nugros juga turut memberikan tips dan trik bagi para gen z yang baru mulai berkarya di ranah penyiaran. Ia berucap bahwa tips paling mudah adalah dengan menjadi “orang yang enak”. Ia menuturkan, “Orang yang enak itu adalah orang yang bisa berkomunikasi dengan baik. Yang tidak malas menjelaskan apa yang dia mau, dan itu bisa dimulai dari hubungan terkecil yaitu relasi dengan kekasihnya, dengan pacarnya. Jadi mulai berkomunikasi yang baik dengan orang-orang terdekat. Kalau kita sudah bisa menyampaikan keinginan kita dengan baik, mungkin ke depannya kita bisa menyampaikan apa yang kita rasakan menjadi sebuah karya,” jelasnya.
Antusiasme Fajar Nugros saat menjadi pemateri dalam gelar wicara Indiefest 2024 begitu terlihat, ia bahkan turut menyatakan dukungan serta himbauannya terhadap keberlanjutan Indiefest ke depannya, “Aku sangat mendukung acara-acara seperti ini. Jadi sampe sekarang, di Pakuan punya acara yang sudah berlangsung 13 tahun. Artinya 13 tahun itu konsistensinya luar biasa, dan hopefully kalau sudah 13 tahun berarti tinggal menaikkan, sustain-nya kan sudah bisa tuh, berarti setiap tahun harus tinggal meningkatkan kualitasnya.”
Kembali lagi dari segi acara, harapan-harapan baik pun disampaikan oleh Siti Sari selaku Ketuplak Indiefest 2024, “Semoga Indiefest ke depannya bakal terus ada dan terus berkembang, karena Indiefest itu bisa menjadi salah satu ajang untuk para anak muda berkreativitas, sebab di Indonesia itu belum banyak acara-acara yang memang bisa mengapresiasi film-film anak muda. Jadi semoga aja perfilman Indonesia lebih maju ke depannya, karena salah satunya adanya Indiefest,” ungkapnya.
Tidak hanya itu, Fajar Nugros juga turut menyampaikan sarannya untuk Indiefest, “Ini acaranya sehari ya? Nah jika sekarang mungkin acaranya sehari, tahun depan mungkin lima hari. Diisi workshop-workshop, puncaknya ini. Atau workshop-nya di depan. Misalnya peserta dari SMK atau SMA seluruh Bogor diikutkan workshop dulu tuh selama lima hari. Kemudian hasil-hasil produksi filmnya itu dilombakan di acara puncaknya baru seperti ini. Jadi harus ada peningkatan secara kualitas, sudah bukan sekedar tiap tahun ada. Tapi output-nya apa nih? Jadi industri bisa sangat terbantu oleh anak-anak muda yang dilahirkan dari acara ini. Kalau cuma sehari kan mungkin kurang bisa untuk melahirkan generasi baru,” sarannya kemudian.
Peliput: Ananda Siti Muthmainnah, Putra Yassa/Penulis: Yasinta Saumarisa
Editor: Reni Kamelia
0 Komentar