Beranda Pers — Transportasi massal berupa kereta api sudah ada sejak zaman kolonial Belanda. Awalnya, kereta api ini digunakan untuk mengangkut hasil bumi, produk perkebunan, dan bahan tambang. Jalur kereta api pertama dibangun pada 1864 oleh Nederlansch Indische Spoorweg Maatschappij (NISM), dengan lebar sepur 1.435 Milimeter (mm). Salah satu jalur awalnya adalah Semarang-Vorstenlanden (Solo-Yogyakarta). Ini dibangun di Desa Kemijen, Kecamatan Semarang Timur, Kota Semarang oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda Mr. L.A.J. Baron Sloet van de Beele pada 17 Juni 1864. Kemudian, pada 8 April 1875, pemerintah Hindia Belanda membangun jalur kereta api negara melalui perusahaan Staatsspoorwegen (SS), dengan rute pertama Surabaya-Pasuruan-Malang. Setelah kedua jalur ini beroperasi, banyak investor swasta muncul dan berkontribusi membangun jalur kereta api lainnya.
Pada 1942, pemerintah Hindia Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang. Sejak saat itu, perkeretaapian Indonesia diambil alih oleh Jepang, penamaannya pun diubah menjadi Rikuyu Sokyoku (Dinas Kereta Api). Selama masa pendudukan Jepang, beberapa jalur rel kereta api mengalami pemangkasan untuk mendukung kepentingan perang, termasuk proyek-proyek di luar negeri seperti Myanmar. Salah satu pembangunan rute di era Jepang adalah lintas Saketi-Bayah dan Muaro-Pekanbaru, yang ditujukan untuk mengangkut hasil tambang batu bara guna mendukung performa mesin-mesin perang Jepang.
Stasiun Buitenzorg pertama kali dibangun pada awal 1870-an dan pertama kali dibuka untuk umum pada 31 Januari 1873 oleh NISM untuk menghubungkan Batavia (Jakarta) dengan Buitenzorg (Bogor), artinya hingga sekarang sudah 150 tahun Stasiun Buitenzorg berdiri. Stasiun ini kemudian dibeli oleh SS pada tahun 1913, sehingga sejak saat itu Stasiun Buitenzorg berada di bawah naungan SS. Stasiun Buitenzorg terletak di jantung Kota Bogor, Jawa Barat (sekarang dikenal sebagai Stasiun Bogor) merupakan salah satu stasiun kereta api tertua dan tersibuk di Indonesia.
Stasiun Buitenzorg atau yang kini dikenal sebagai Stasiun Bogor tergabung dalam jalur Kereta Api Listrik (KRL) Commuter Line Jakarta–Bogor–Depok–Tangerang–Bekasi (Jabodetabek) dan Merak untuk jalur Bogor–Jakarta. Rutenya bermula dari Stasiun Bogor, Cilebut, Bojong Gede, Citayam (juga sebagai stasiun transit untuk tujuan Stasiun Nambo), Depok, Depok Baru, Pondok Cina, Universitas Indonesia, Universitas Pancasila, Lenteng Agung, Tanjung Barat, Pasar Minggu, Pasar Minggu Baru, Duren Kalibata, Cawang, Tebet, Manggarai (juga sebagai stasiun transit untuk tujuan Stasiun Tanah Abang dan Jatinegara), Cikini, Gondangdia, Juanda, Sawah Besar, Mangga Besar, Jayakarta, dan Jakarta Kota.
Stasiun Bogor hadir sebagai bukti
peninggalan bangsa penjajah atas dominasinya terhadap bangsa Indonesia. Melalui
arsitekturnya, terlukis bagaimana budaya suatu bangsa itu tertampilkan.
Bangunan yang menekankan unsur kesimetrisan ini memang bercirikan kolonial,
khas Indische Partij, cukup berkesan untuk memunculkan perasaan nostalgia bagi
yang melihatnya. Terkait strukturnya, Stasiun Bogor terbagi menjadi dua bagian
yakni bagian utama dan bagian emplasemen. Bagian utama meliputi pintu masuk, lobby,
tempat penjualan tiket, dan fasilitas lainnya. Adapun sejumlah jendela yang
menggambarkan gaya neoklasik, yang dirangkai menggunakan penutup kayu.
Sementara itu, bangunan emplasemen mencakup dua peron dan dua jalur kereta api.
Reporter:
Alma
Rosanna Larasati Maweikere
Shallima
Mirra Faiza
Editor:
Tria
Ananda
Referensi:
https://tirto.id/kala-jepang-membangun-jalur-maut-thailand-burma-gDmk
https://www.traveloka.com/id-id/explore/destination/rute-krl-jabodetabek-trp/249550
https://wartakotawiki.tribunnews.com/amp/2019/12/16/stasiun-bogor-atau-station-buitenzorg
0 Komentar