Beranda Pers - Becak
adalah kendaraan roda tiga yang digunakan untuk mengangkut penumpang atau
barang dalam jarak pendek. Pengemudi becak mengayuh pedal, mirip seperti
sepeda, untuk menggerakkan kendaraan ini. Di Indonesia, becak merupakan alat
transportasi tradisional yang populer di daerah perkotaan dan pedesaan.
Becak berasal dari Tiongkok dan dikenal
sebagai Jinrikisha di Jepang, yang berarti kendaraan yang ditarik oleh manusia.
Pada akhir abad ke-19, kendaraan ini berkembang menjadi becak yang digerakkan
dengan pedal di Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Di Jepang, Jinrikisha
pertama kali diciptakan pada 1869 oleh Izumi Yosuke. Kendaraan ini kemudian
menyebar ke Tiongkok dan negara-negara Asia lainnya, termasuk Indonesia.
Becak mulai diperkenalkan di Indonesia
pada awal abad ke-20 oleh para pedagang dan imigran Tiongkok. Pada awalnya,
becak ditarik oleh manusia, tetapi seiring berkembangnya waktu menjadi becak
yang digerakkan oleh pedal. Becak menjadi alat transportasi penting, terutama
di kota-kota besar, seperti Jakarta, Surabaya, dan Yogyakarta untuk mengangkut
penumpang dan barang serta menjadi sumber mata pencaharian bagi banyak orang.
Seperti halnya banyak sejarah yang lain,
asal-usul becak di Indonesia penuh dengan ketidakjelasan. Dilansir dari artikel
“Mengayuh Sejarah Becak” yang dimuat di historia.id, dijelaskan dalam buku
"Seperti Roda Berputar" yang ditulis Lea Jellanik, becak pertama kali
didatangkan ke Batavia dari Singapura dan Hongkong pada 1930-an. Hal ini
didukung oleh Jawa Shimbun terbitan 20 Januari 1943 yang menyebut bahwa becak
diperkenalkan dari Makassar ke Batavia pada akhir 1930-an.
Namun, dalam catatan berjudul "Pen to
Kamera" terbitan 1937, disebutkan bahwa becak pertama kali ditemukan oleh
Tayoshi Seiko, seorang pemilik toko sepeda di Makassar. Karena penjualan sepeda
yang seret, Seiko memutar otak untuk mengurangi tumpukan sepeda yang tidak
terjual. Kemudian ia menciptakan kendaraan roda tiga yang kini dikenal sebagai
becak.
Becak yang membawa penumpang pertama kali
terlihat di sekitaran jalan Batavia pada 1936, menggantikan tricycles
yang sebelumnya digunakan untuk mengangkut barang. Berbeda dengan versi di
Jepang dan Tiongkok yang menggunakan ban mati, becak versi Indonesia lebih
modern dengan tiga roda dan menggunakan ban angin, dikayuh dengan dua kaki dari
belakang tempat penumpang.
Pada masa kolonial Belanda, pemerintah
awalnya menyambut baik kehadiran becak sebagai alternatif transportasi baru.
Namun, bertambahnya jumlah becak mengakibatkan kekhawatiran akan keselamatan
penumpang dan kemacetan lalu lintas. Ketika Jepang menduduki Indonesia pada
1942, larangan penggunaan bensin bagi kendaraan pribadi mendorong peningkatan
drastis penggunaan becak sebagai alternatif utama transportasi di kota-kota
besar seperti Jakarta dan Surabaya.
Pascaperang, jalur dan moda transportasi
kian berkembang, tetapi becak tetap bertahan dan menyebar hampir di seluruh
Indonesia. Pada pertengahan hingga akhir 1950-an, ada sekitar 25.000 hingga
30.000 becak di Jakarta. Jumlah ini membengkak hingga lima kali lipat pada 1970-an.
Pemerintah yang sedang gencar melakukan pembangunan, terutama di Jakarta,
merasa gelisah. Becak dianggap sebagai simbol keterbelakangan Indonesia yang
kuno.
Becak mulai menghadapi pesaing dengan
kehadiran ojek motor, mikrolet, dan metromini. Pada 1980-an, pemerintah
Indonesia memutuskan untuk mendatangkan 10.000 minica (bajaj, helicak, minicar)
untuk menggantikan 150.000 becak. Program ini juga membuat para tukang becak
beralih profesi menjadi pengemudi kendaraan bermotor. Bahkan, beberapa becak
dianggap tidak lagi dibutuhkan dan ditarik keluar dari penggunaan, sampai-sampai
dibuang ke Teluk Jakarta untuk dijadikan rumpon, semacam rumah ikan.
Namun, becak tidak benar-benar tergusur
atau tergerus oleh arus modernisasi. Becak justru mengalami evolusi dengan
varian unik di setiap daerah. Di Gorontalo, terdapat Bento, becak yang diberi
kendaraan bermotor di belakangnya. Di sejumlah kota di Sumatra, sepeda motor
diposisikan di samping becak. Di luar negeri, becak berevolusi menjadi Velotaxi
yang lebih futuristik.
Meskipun telah menghadapi berbagai
tantangan dan perubahan sosial, becak tetap menjadi simbol transportasi
tradisional yang khas di Indonesia. Kehadirannya tidak hanya mencerminkan
sejarah dan budaya, tetapi juga menjadi saksi bisu perkembangan kota-kota besar
di Indonesia. Dari masa kolonial hingga era modern, becak terus beradaptasi dan
bertahan sebagai bagian dari kehidupan masyarakat. Dengan berbagai variasi
bentuk dan fungsi di berbagai daerah, becak tetap menjadi salah satu ikon
transportasi yang unik dan berharga di Indonesia.
Referensi:
https://historia.id/urban/articles/mengayuh-sejarah-becak-v50aD
https://journal.lppmunindra.ac.id/index.php/alursejarah/article/view/4322/2696
Reporter:
Bulan Yuliandani R.T
Muhamad Ridwan
Editor:
Rahma Trianasari
0 Komentar