Mengingat Buitenzorg: Kota Bogor Masa Penjajahan Belanda

 


Sumber  : Foto by Pinterest


Beranda Pers Bogor, kota yang kita kenal sekarang ternyata memiliki nama berbeda pada zaman penjajahan Belanda dulu, yaitu Buitenzorg yang berarti kota tanpa rasa risau. Nama tersebut diberikan oleh Gubernur Jenderal Belanda pada 1745 oleh Gustaf  Willem Baron Van Imhoff untuk rumah persinggahannya. Sejak saat itu Buitenzorg menjadi tempat favorit bagi para petinggi Belanda untuk bertamasya serta kota tujuan para pensiunan.

Pada 1750–1752 Bogor diserang Kerajaan Banten, sehingga Bogor hancur termasuk rumah persinggahan Buitenzorg. Bangunan itu kemudian sedikit demi sedikit dibangun kembali oleh Gubernur Jenderal Belanda yang baru yaitu Yacob Mossel. Namun, pada 10 Oktober 1834 terjadi gempa bumi hebat yang meluluhlantakkan Bogor termasuk Istana Buitenzorg pada waktu itu. Setelah terjadi gempa bumi hebat, Istana Buitenzorg dibangun kembali dan selesai pada 1850. Setelahnya, yakni pada 1870, Istana Buitenzorg atau Istana Bogor ditetapkan sebagai kediaman resmi Gubernur Jenderal Belanda (Buku Istana Presiden 1979).

Perubahan nama dari Buitenzorg menjadi Kota Bogor terjadi tidak hanya sekali, tetapi hingga tiga kali. Perubahan tersebut tercantum pada Undang-Undang (UU) No. 16 tahun 1950 yang menjelaskan perubahan nama Buitenzorg menjadi Pemerintah Kota Besar Bogor, berikutnya pada UU No. 1 tahun 1957 menjadi Kota Praja Bogor, UU No. 18 tahun 1965 dan UU 5 tahun 1974 menjadi Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Bogor, sampai akhirnya pada UU No. 22 tahun 1999 secara resmi menyatakan perubahannya menjadi Pemerintah Kota Bogor yang diberlakukan hingga saat ini.

Perencanaan tata wilayah dan persebaran penduduk di Kota Bogor mulai direncanakan pada 1872 saat masa pemerintahan Gubernur Jenderal Baron Van Imhoff. Pada saat itu, orang-orang Eropa dianggap sebagai warga utama sehingga dimasukkan dalam wilayah kelas satu, seperti kawasan Kedung Halang yang  sekarang lokasinya dekat Taman Kencana.

Bagian penamaan jalan juga diberikan dalam istilah Belanda, seperti Juliana weg, Beatrix weg, Jan Pieter Zoon Coen weg, dan Koningen weg, yang sekarang bernama Papandayan, Cikuray, Pangrango, dan Tangkuban Perahu. Saat ini, sebagaimana fungsi jalan pada umumnya, beberapa jalan tersebut memiliki tujuan yang berbeda-beda, sedangkan dulunya digunakan sebagai kawasan pemukiman. Kini kegunaan jalan tersebut lebih diarahkan pada pengoptimalan sektor ekonomi dan pariwisata, seperti pembangunan hotel, kafe, restoran, dan bangunan lainnya yang mengisi sisi-sisi jalan.

Jalan Groote Post Weg atau Jalan Juanda yang jalurnya dimulai dari depan Istana Bogor dan berakhir di depan Kantor Pos  adalah apa yang kita kenal sebagai Jalan Raya Besar Bogor sekarang. Terdapat juga rumah sakit militer yang sekarang bernama Rumah Sakit Salak, kantor Calon Pekerja Migran (CPM), dan Sekolah Regina Pacis yang dulunya bernama Klooter, berfungsi sebagai tempat evakuasi sementara bagi keluarga Belanda pada masa pemberontakan antara rakyat Indonesia melawan Belanda.

Sampailah pada tahun 1872, Ibu Kota Kabupaten Bogor masih berada di daerah Empang. Kata Empang memiliki pemaknaan sebagai kolam besar, ini karena bangunan kantor kabupaten yang berada tepat di sebelah selatan dari Alun-Alun Empang juga bersebelahan dengan sebuah kolam besar. Bupati Bogor pada waktu itu juga tinggal di wilayah ini. Pada waktu pemerintahan Belanda, wilayah Empang dikhususkan sebagai hunian untuk orang-orang Arab.

Pada masa pendudukan Inggris, Thoman Raffles sebagai gubernur saat itu banyak berjasa dalam membangun Kota Bogor. Raffles melakukan renovasi Istana Bogor dengan menjadikan kebun raya sebagai tanah istana dan memperkerjakan ahli bagian pertanaman untuk menata dan membuat Bogor sebagai tempat peristirahatan.

Kini Buitenzorg atau Bogor masih menjadi pemikat wisatawan untuk meredakan penat ditengah keriuhan suasana hidup. Keasrian dan suasana yang teduh masih menjadi ciri khas Kota Bogor, dan selama ratusan tahun sudah Bogor berdiri, yang kemudian pada setiap 3 Juni diperingati sebagai hari jadinya secara meriah.

 

Reporter:

Farda Cahya Okana

Sabrina Tria Azahra

 

Editor:

Reni Kamelia

 

Sumber:

https://bpbd.bogorkab.go.id/mari-belajar-sejarah-bogor/

https://www.google.com/amp/s/republika.co.id/amp/o0smw7282/sejarah-berdirinya-bogor-alias-buitenzorg-kota-tanpa-rasa-risau

https://disparbud.kotabogor.go.id/index.php/post/single/1219

https://www.kompas.com/stori/read/2021/09/23/140000779/asal-usul-nama-bogor?page=all

 

 Sumber foto :

https://pin.it/1M0MlA6qx

 

 

Posting Komentar

0 Komentar